Coba Dulu!

Saya masih ingat nasehat dari mantan ibu bos jaman di Bandung dulu. Beliau berpesan, kalau mau menikah – cobain dulu… Nah, cobain dulu-nya jangan cuma yang itu aja yang dipikirin ya. Kalau masalah yang itu, saya yakin sudah pada pintar-lah memutuskan mana yang baik dan yang tidak.
Coba dulu yang paling penting menurut beliau adalah coba dulu traveling berdua, kalau bisa ke tempat yang sama-sama belum pernah didatangi, minimal selama 3×24 jam bersama. Itu penting banget! Biar tahu karakter asli dari masing-masing. Memang sih, idealnya lebih dari 3 hari. Lebih ideal lagi traveling-nya bukan ke kota besar yang segala fasilitas tersedia, tapi macam kayak naik gunung, jalan-jalan ke pedesaan atau bahkan ke luar negeri. Tapi sekali lagi ditekankan KE TEMPAT YANG BELUM PERNAH DIDATANGI OLEH KEDUANYA!

Di sini saya nggak akan membahas norma dan batasan sosial maupun agama ya. Konteksnya bukan ke sana. Tapi lebih ke cara bagaimana menghadapi situasi dan kondisi baru, dengan keterbatasan pengalaman, keterbatasan fasilitas dan menerima masing-masing komplit dengan keterbatasannya. Percaya deh, teman. Itu tidak akan mudah. Berdasarkan pengalaman saya yang akhirnya melakukan itu – setelah menikah 3 bulan, yang paling sulit adalah bagaimana caranya mengkombinasikan keinginan dua kepala agar bisa mendapatkan hasil yang menyenangkan kedua belah pihak.

Oh tunggu, yang itu tidak terlalu sulit karena suami saya cukup kooperatif (walaupun suka tiba-tiba galak) dan cukup mendahulukan keinginan saya karena dia (kayaknya) percaya dengan kemampuan saya dalam menyusun jadwal dan memilih tempat yang ingin dikunjungi.

Kalau dipikir-pikir, yang lebih menjadi tantangan adalah hal-hal remeh-temeh tapi cukup bisa membuat ledakan bom emosi kalau tidak diatur dengan baik.

Contohnya:

  • Menentukan waktu yang ideal untuk memulai dan menyudahi aktifitas
  • Menentukan berapa lama waktu yang pas untuk hang outdi satu tempat
  • Menentukan habis ini mau kemana atau mau berbuat apa
  • Ekspektasi hasil foto yang dihasilkan
  • Ketika salah satu merasa sangat capai sedangkan yang satunya lagi masih semangat

Belum lagi ditambah keterbatasan adaptasi dari atas situasi dan kondisi yang baru, inisiatif ketika keduanya tidak bertenaga, ketika tidak sadar being bossy, ketika hati tiba-tiba sensi, cemburu, kesal, merasa dicuekin dan masih banyak lagi testing-testing yang mungkin terjadi dan bisa jadi bekal berarti untuk masa nanti!
Beneran deh, ini akan menjadi mata pelajaran yang sangat penting untuk diambil. SKS-nya besar, teorinya gitu-gitu aja, tapi prakteknya luar biasa. Kemampuan bekerja sama, saling menghargai, manajemen waktu dan manajemen pengeluaran, bagaimana dalam menanggapi percikan emosi, menangani kelelahan fisik maupun emosi dan tentunya kesempatan untuk melihat kondisi terburuk dari masing-masing, dalam  bentuk rupa dan tabiat.

Nggak juga harus naik gunung, bisa kok pilih destinasi jalan-jalan yang misalnya nanti ada kegiatan trekking-nya. Bisa juga pilih destinasi liburan ke tempat yang tidak terlalu modern dan minim fasilitas. Tujuan wisata ke luar negeri yang bahasa utamanya bukan Bahasa Inggris atau Melayu juga seru (dengan catatan dua-duanya sama-sama tidak bisa bahasanya ya).

Intinya, carilah tempat yang belum pernah didatangi oleh keduanya, kalau bisa lebih dari tiga hari dan lebih baik lagi kalau cukup banyak keterbatasannya (bahasa, fasilitas, petualangan alam), tapi jangan lupakan keseruan yang keasikan dari traveling itu sendiri.

Paling tidak setelah traveling berdua, akan lebih punya gambaran, apakah bisa atau tidak, cocok atau cekcok, terus atau sudahi.

 

Leave a comment